Pada
Akhirnya.... Jalan Inilah yang Kupilih
Musim panas tahun lalu, setelah
kegagalan bertubi-tubi dan putus asa yang cukup mendalam, akhirnya saya
mendaftar pada program studi Kimia. Mengapa saya memilih Kimia? Karena saya
yakin 100% saya akan diterima.
Memangnya, kegagalan apa saja
sih yang telah saya terima? Bahkan sekarang saya tidak yakin apakah hal
tersebut benar-benar suatu murni kegagalan, karena tanpanya, saya tidak akan
pernah bisa bertemu dengan makhluk-makhluk aneh bin ajaib tapi menyenangkan,
makhluk yang saya sebut kawan.
Jujur saja, ketika di SMA dulu,
saya pikir saya bukan termasuk tipikal siswa dengan nilai menengah-bawah,
walaupun saya tidak selalu mendapatkan paralel satu, tapi saya juga tidak
pernah mendapatkan paralel tiga. Namun, segalanya mulai runtuh ketika
pendaftaran perguruan tinggi negeri dibuka. Saya tidak lolos pada SNMPTN!
Padahal, teman saya, yang tidak pernah paralel, yang bahkan saya tidak tahu
wajahnya bagaimana, yang bahkan nilai ujian nasionalnya cukup di bawah standar,
yang bahkan Dells saja kurang tahu orangnya yang mana, dia lolos SNMPTN di
Kedokteran Umum, UA!!!!! Sedangkan saya, dan teman-teman saya yang
paralel-paralel itu, gagal semua dalam SNMPTN ini. Bagaimana hati ini gak nyesek, coba??? SAKITNYA TUH DI SINI! *tunjuk jantung
Apa
sih standarnya SNMPTN itu?? Kenapa polanya susah dicari??
Belum lagi saya setelah itu
gagal masuk Teknik Informatika-nya Polinema, gagal lagi di SBMPTN! Pokoknya
total gagal saya tuh lima kali, braaay.... Lima kali gagal!! Bagaimana saya
tidak nangis tiga hari dua malam?? It’s literally three days and two nights
shedding tears. Oleh karena itulah, saya langsung daftar mandiri Kimia,
yang saya yakin 100% pasti diterima. Dan, diterima. Sebenarnya saya ingin vakum
kuliah satu tahun, tapi, menurut ibu saya, itu hanya akan membuat saya makin
galau karena malihat semua teman saya kuliah, sedangkan saya hanya di rumah dan
ikut bimbingan SBMPTN untuk tahun depan.
Ya, begitulah kisah saya yang
menyedihkan itu. Karena hal ini, saya sudah bertekad bulat untuk tidak akan
mengikuti seluruh rangkaian ospek, mulai dari universitas, fakultas, hingga
jurusan. Dan, tentu saja saya menunaikan komitmen tersebut. Saya hanya fokus
pada kelas untuk menuntut dan memahami ilmu, cukup sudah kegagalan saya. -_-“ Aku loro ati pokok wesan!!
Ya, begitulah elegi saya dalam
masuk PTN. Saya tahu, keputusan saya memilih Kimia itu adalah keputusan yang
diambil saat otak sedang dipenuhi adrenalin, penuh dendam. Namun, saya tidak
menyesalinya, kok, karena saya
mendapatkan sesuatu yang tak ternilai harganya di sana. Mulai dari seorang
Malisa yang sering banget gak jelas-nya
kambuh, tapi teman yang enak banget dah, terus si Tiwi asal Praya, Lombok yang
volume suaranya tak dapat dikecilkan lagi, Mega si Mbak Korlap dan suka banget
sama Shinichi Kudo, lalu Masitha yang hobi nulis dan blogging, asal asli Madura tapi ternyata gak bisa bentak apalagi
teriak. Belum lagi ada Zeka yang hobinya galau mulu. Terus si Adit sang maniak
kereta api yang superdupertripel melankolis dan ababil. Terus si Mahatir yang
hobinya bener-bener suka galau dan dikit-dikit merasa bersalah. Terus ada ustad
Gempar yang reaktif banget di kelas. Terus ada Milya Akemi yang kereaktifannya
di kelas mengalahkan Gempar dan sering tereksitasi kesana kemari. They’re like every kind of jewels i have.
#nowplaying
Vidi Aldiano –Yang Kedua
Bila hati ini
jujur bicara, hanyalah kamu selama ini yang mau mengerti
Walau mungkin
sering aku tergoda tuk berbagi hati, miliki yang lain
Mana mungkin
kumiliki hati yang kedua...
Aku hanya punya
satu rongga dada
Mana mungkin diriku
menduakan cintamu,
Hanya satu cinta
dalam satu hati yang bisa kujaga..
#nowplaying
Vidi Aldiano – Lagu Kita
Meskipun aku
bukan siapa-siapa, bukan yang sempurna
Namun percayalah
hatiku milikmu
Meski sering ku
mengecewakanmu, maafkanlah aku
Janjiku kan
setia padamu, hanyalah dirimu
Aku milikmu, kau
milikku
Takkan ada yang
pisahkan kita
Ini lagu kita,
tuk selamanya
Janjiku untukmu,
takkan tinggalkan dirimu
Tak hanya menemukan kawan yang
sungguh tak dapat digambarkan bagaimana keunikannya, saya juga menemukan
sekelompok dosen yang AMAT SANGAT KECE BANGET! Ada Pak Lukman Hakin yang masih
mudah tapi ternyata beranak dua, yang putih nan oriental, yang hobi memotivasi dengan pemikiran-pemikirannya yang
anti-mainstream tapi menjunjung tinggi nilai veritas, yaitu kebenaran. Ah, dosen wali-ku. Lalu ada Bu Diah
Mardiana yang benar-benar guru asli! Selalu membimbing kami dengan pengetahuan
dan pemahaman yang fundamental, wes yo!!
Pokok Bu Diah iku MBOISSSS!! MBUOISS!! Lalu ada Pak Ahmad Sabarudin, yang
gaya mengajarnya bisa membuat otak-otak kita yang pas-pasan jadi nyambung,
walaupun ternyata pas kuis dan UTS, soal-soalnya ZONK. Hehehehe.... Belum lagi
ada Pak Kajur, Pak Edi, yang ahli dan paham banget sama minyak atsiri! Bapaknya
cinta banget sama minyak. Bu Qonitah yang dengan pesona dan kemisteriusannya,
kelas langsung sepi bak kuburan.
Hidup di Kimia, ternyata
menyenangkan. It’s like Midsummer’s Night Dream. When the night is over, it’s
time to go. Pendaftaran ujian tuis untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri,
SBMPTN, telah dibuka. Ibukku dan kakakku bersikeras supaya saya mengikutinya.
Akhirnya, setelah kakak saya yang mendaftarkan, saya, dengan hanya berbekal
otak dan alat tulis, mengikuti ujian tersebut. Dengan waktu belajar hanya dua
hari, karena saya harus fokus pada UAS di Kimia, saya mengikuti ujian tersebut.
Bahkan, jika dikalkulasi, waktu produktif saya belajar SBMPTN mungkin tidak
sampai 10 jam totalnya. Saya hanya belajar catatan matematika tahun lalu, TPA
dari zenius.net saja, satu sampel soal kimia, dan satu sampel soal SBMPTN 2013.
Sudah itu saja. Bahkan jikalau pun ditolak, saya sudah ikhlas 100%.
Saat tes pun, ternyata soal-soalnya jauh lebih susah soal SBMPTN pada tahun
saya. T.T
Yang saya ingat, semua soal kimianya saha hajar semua! Malu doong, masak
kuliah di kimia gak bisa kimia? Soal matematika, fisika, dan biologi saya hajar
sebagian dengan beberapa soal saya jawab
dengan jurus tebak-tebakan. Dan soal TPA yang saya jawab sekenanya dengan mati
rasa!
Pengumuman pun tiba, dan, saya
diterima di Pendidikan Dokter, Universitas Brawijaya. Baru kali itu saya
merasakan diterima SBMPTN, jadi, rasanya begitu ketrima PTN lewat jalur
nasional?? Sensasinya itu.... deg-deg-an untuk beberapa menit, terus hilang,
udah gitu saja. Baru setelah itu saya merasa galau segalau-galaunya!!! Kimia
apa PD? Kenapa pas saya gak begitu pengen diterima, malah diterima?? Kenapa
pula pas saya pengen banget ketrima, tapi malah ditolak terus?? Kenapa, ya
Tuhaaan? Kenapa?? -_- -___________-
Kenapa ketika saya gak niat
belajarnya, malah ketrima? Kenapa pas saya belajar mati-matian, malah gagal?
Kenapa, ya Tuhaaaaaaan?
Kemudian, jawaban itu akhirnya
datang. Yang saya kira, jawaban langsung dari Tuhan, untuk kegalauan saya kala
itu.
SMS datang dari Della Putri,
sahabat saya sejak dulu. Intinya, Della pro PD. :3
Terus Mbak Kiki, kakak kelas dan
emak terbaikku. Intinya pro PD. Dan mbak iku menemukan secarik kertas daftar
impian perguruan tinggi yang kami berdua tulis ketika musim UAS di SMA dulu,
isinya aku nulis “Medicine, Medical Faculty, Harvard University”. Tentu saja
saja tak diteirma di Harvard sana, tapi kata Medicine-nya itu lho, betapa dulu
saya maniak medicine.
Belum lagi, ketika saya iseng
buka-buka buku harian sayab yang dulu, saya lumayan kaget karena di sana,
tertulis, satu tahun lalu,
Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya via SBMPTN 2014.
Sebegitu detil saya menuliskan target saya untuk
tahun 2014. Dan, target itu pun menjadi kenyataan dengan detail yang sama
dengan yang saya tuliskan satu tahun lalu. Dan, saya pun percaya dengan
kekuatan mimpi. Kemudian, saya teringat bahwa saya juga pernah berdoa pada
suatu malam, kepada Tuhan saya dan Tuhanmu itu, bahwa jika
memang Kau berkehendak untuk membuat saya menjadi dokter, bahwa jika dokter
memang yang terbaik bagi saya, maka loloskanlah saya. Jika memang Kimia yang
terbaik saya, maka, kumohon, Tuhan, jangan loloskan saya, biarkanlah saya tetap
berada di Kimia.
Dan,
saya berkesimpulan bahwa inilah jawaban dari Tuhan.
Karena itu, ketika Mega sms, intinya
gini sih, aku lupa, “Kenapa kamu ketrima pd gak tahun lalu aja? Biar kita
gausah ketemu”.
Saya ingin menjawab. “Tahun lalu
itu aku fix gak lolos, aku gak bisa ngatur yang dulu. Jika dulu udah ketrima
pd, tentu aja aku gabakal noleh ke kimia, jadi sekalian kita gak ketemu. Masalahnya
dulu udah fix gak ketrima, kalo aku bisa muter waktu, tentu saja aku pengen
ketrimanya dulu, gak nunggu satu tahun kek gini”.
Aku tidak tahu apakah jalan yang
saya pilih ini akan berakhir bagaimana. Saya tidak tahu apakah saya bisa
bertahan di lingkungan baru itu. Saya juga tidak tahu apakah otak saya ini
sanggup menerima materi di sana itu. Mungkin jalan yang akan saya lalui akan
jauh lebih berat dan rumit. Mungkin saya tidak menjadi murid golongan atas.
Mungkin saya akan lebih sering galau karena sulitnya hidup di sana. Mungkin
saya tiada akan menemukan kawan yang seunik dan seajaib di Kimia ini. Namun,
setidaknya, pada akhirnya, jalan inilah yang saya pilih dan akan saya usahakan
dengan sebaik mungkin.
Malang,
September 4th, 2014
It
should be my “ospek fakultas” but i didnt attend it
Label:
Jurnal Remaja Labil,
nonfiction,
story
0 komentar:
Posting Komentar
Hello, world! Leave a trace and lemme see you....